Pada tahun 1907 Dr. Wahidin seorang tokoh cendikiawan yang merasa
bertanggung jawab atas kebodohan dan keterbelakangan bangsanya melakukan
kunjungan ke sekolah STOVIA (salah satu lembaga pendidikan yang menghasilkan
priyayi rendah Jawa). Siswa di sana sangat bersemangat dan memberikan tanggapan yang
baik atas kedatangan Dr. Wahidin. Bersama beberapa siswa STOVIA seperti Soetomo
dan Goenawan Mangunkusumo, Dr. Wahidin mengadakan perjalanan keliling Pulau
Jawa untuk menghimpun dana pendidikan. Usaha yang dilakukan oleh Dr. Wahidin itu
mendapat simpati yang besar dari semua kalangan. Mereka yang kebetulan memiliki
uang dengan sukarela memberikan sumbangannya. Setelah diadakan rapat-rapat untuk
membicarakan lebih jauh rencana mereka, pada tanggal 20 Mei 1908 bertempat di jalan
Abdulrahman Saleh 26 Jakarta terbentuklah suatu perkumpulan yang dinamakan Budi
Utomo, yang diketuai oleh Soetomo.
Corak baru yang diperkenalkan Budi Utomo adalah kesadaran lokal yang
diformulasikan dalam wadah organisasi modern, dalam arti bahwa organisasi itu
mempunyai pimpinan, ideologi yang jelas dan anggota.
Lahirnya Budi Utomo, telah
merangsang berdirinya oragnisasi-organisasi pergerakan lainnya yang menyebabkan
terjadinya perubahan sosio-politik Indonesia.
Budi Utomo bersifat kooperatif dengan pemerintah kolonial, karena BU
menempuh cara dan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi pada waktu itu sehingga
wajar jika BU berorientasi kultural. Dalam perjalanannya, BU dengan fleksibilitasnya itu
mulai menggeser orientasinya dari kultur ke politik. Edukasi barat dianggap penting dan
dipakai sebagai jalan untuk menempuh jenjang sosial yang lebih tinggi.
BU bukan hanya dikenal sebagi salah satu organisasi nasional yang pertama di
Indonesia, tetapi juga sebagai salah satu organisasi terpanjang usianya sampai dengan
proklamasi kemerdekaan Indonesia. BU memang mempunyai arti yang penting meskipun
anggotanya sangat sedikit diabnding dengan Sarikat Islam. Akan tetapi kehadiran BUlah
yang menyebabkan berlangsungnya perubahan-perubahan politik hingga terjadinya
integrasi nasional.
16
Dr. Wahidin Soedirohusodo (1857-1917), lulusan STOVIA, sekolah dasar dokter Jawa,
antara tahun 1906-1907 berkeliling pulau Jawa untuk berkampanye meningkatkan
martabat rakyat. Peningkatan ini akan dilaksanakan dengan membentuk dana pelajar.
Usaha ini ternyata tidak begitu berhasil. Pada akhir tahun 1907, Dr. Wahidin
Soedirohusodobertemu dengan pemuda Soetomo, siswa STOVIA di Batavia.
Perbincanagan tentang nasib rakyat ternyata mengugah Soetomo untuk mendiskusikan
hal ini dengan teman –temanya, akhirnya pada tanggal 20 Mei 1908 berdirilah Boedi
Oetomo dengan Soetomo sebagai ketuanya.
Organisasai yang bertujuan ― Kemajuan Bagi Hindia –Belanda ― ini terbuka bagi
siapa saja, penduduk Jawa, Madura dan akhirnya meluas untuk seluruh penduduk Hindia,
tanpa membedakan keturunan, agama, maupun jenis kelamin. Pada bula Juli 1908, Boedi
Oetomo telah memilki 650 anggota yang tersebat di Jakarta, Bogor, Bandung,
Yogyakarta, Magelang, Surabaya dan Probolinggo. Mereka yang bukan mahasiswa juga
menggabungkan diri
Boedi Oetomo secara resmi menetapkan bahwa yang menajdi perhatiannya adalah
penduduk Jawa dan Madura. Bahasa yang dipergunakan secara resmi dalam organisasi
adalah bahasa melayu. Orang –orang sunda pun ikut dalam organisasi ini. akan tetapi,
lama –kelamaan peranan mahasiswa mulai tersingkirkan oleh kaum priyayi yang semakin
menguasai organisasi. Sementara itu, rasa keunggulan budaya Jawa sering muncul ke
permukaan sehingga dalam Boedi Oetomo cabang Bandung, organisasi terbagai dua
menjadi bagian Jawa dan bagian sunda.
Setelah boedi Oetomo, bermunculan organisasi lainnya. Pada bulan September
1908 orang –orang Ambon mendirikan asosiasi yang disebut Ambonsch Studiefonds.
Pada tahun 1909dana lain –lain. Selajutnya pada tahun 1911 Haji Samanhudi
mendirikan Sarekat Dagang Islam. Organisasi yang kemudian menjadi Sarekat Islam ini
berkembang pesat. Kemudahan persyaratan menjadi anggota dan orientasi organisasi
yang mengutamakan kepentingan rakyat kecil menarik minat banyak orang. Jumlah
anggotanya di berbagai kota besar di jawa meningkat secara mencolok. Pada tahun 1916,
jumlah anggota mencapai 800.000 orang dantahun 1919 jumlah anggota mencapai dua
juta orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar