Materi
Pendukung Uji Kompetensi Guru (UKG)
1. Perkembangan Fisik Peserta Didik
Secara
fisik masa remaja ditandai dengan perubahan fisiologis menuju kematangan
sehingga mampu berreproduksi, yang disebut dengan masa pubertas. Perubahan
yang tampak jelas adalah perubahan fisik. Tubuh berkembang pesat sehingga
mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai dengan berkembangnya kapasitas
reproduktif.
Dalam perkembangan seksualitas remaja,
ditandai dengan ciri-ciri seks primer dan ciri-ciri seks sekunder, meliputi:
(1) Remaja pria, Matangnya organ– organ
seks yang memungkinkan remaja pria yang berusia sekitar 14– 15 tahun mengalami
mimpi basah.
(2) Remaja wanita, Ditandai dengan
tumbuhnya rahim, vagina dan ovarium (indung telur). Ovarium menghasilkan ovum
dan mengeluarkan hormon- hormon yang diperlukan untuk kehamilan, menstruasi dan
perkembangan seks sekunder. Pada usia 11– 15 tahun, menstruasi pertama sering
ditandai dengan sakit kepala, sakit pinggang, kadang kejang, lelah, depresi dan
mudah tersinggung.
2. Pembentukan Sikap dan Perilaku
Sikap
terbentuk melalui hasil belajar dari interaksi dan pengalaman seseorang, dan
bukan faktor bawaan (faktor intern) seseorang, serta tergantung obyek tertentu
(Jalaluddin, 1996:187). Menurut Darmiyati Zuchdi (1995: 57) bahwa dalam
interaksi sosial, individu membentuk pola sikap tertentu terhadap objek
psikologis yang dihadapinya. Azwar (1998: 30-38) menyebutkan berbagai faktor
yang mempengaruhi pembentukan sikap itu antara lain yaitu; pengalaman pribadi,
kebudayaan, orang lain yang dianggab penting, media massa, lembaga pendidikan
atau lembaga agama, dan faktor emosi dalam diri individu.
Menurut
pandangan psikologi, sikap mengadung unsur penilaian dan reaksi afektif,
sehingga menghasilkan motif. Menurut Mar’at (Jalaluddin, 1996: 189), menyatakan
bahwa motif menentukan tingkah laku nyata (overt behaviour) sedangkan
reaksi afektif bersifat tertutup (covert). Motif sebagai daya pendorong
arah sikap negatif atau positif akan terlihat dalam tingkah-laku nyata pada
diri seseorang atau kelompok. Sedangkan motif dengan pertimbangan-pertimbangan
tertentu dapat diperkuat oleh komponen afeksi. Motif demikian biasanya akan
menjadi lebih stabil. Pada tingkat tertentu motif akan berperan sebagai central
attitude (penentu sikap) yang akhirnya akan membentuk predisposisi. Proses
ini terjadi dalam diri seseorang terutama pada tingkat usia dini. Predisposisi
menurut Mar’at (Jalaluddin, 1996: 189) merupakan sesuatu yang telah dimiliki
seseorang semenjak kecil sebagai hasil pembentukan dirinya sendiri. Dalam
hubungan ini tergambar bagaimana hubungan pembentukan sikap sehingga
menghasilkan pola tingkah laku tertentu.
3. Latar Belakang Sosial Budaya Peserta Didik
Status sosial ekonomi, merupakan
gabungan antara pendapatan, pekerjaan, dan tingkat pendidikan keluarga peserta
didik. Status ini berhubungan erat dengan performans peserta didik. Pengaruh status
sosial ekonomi ini bekerja melalui: kebutuhan dasar dan pengalaman,
keterlibatan orangtua, dan sikap-sikap serta nilai-nilai. Oleh karena itu, guru
harus menciptakan lingkungan belajar yang aman dan terstruktur, menggunakan
contoh yang bagus, mengaitkan bahan belajar dengan kehidupan siswa, dan
menggiatkan ineraksi dalam kegiatan belajar.
Faktor Budaya menunjuk pada sikap-sikap,
nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, dan pola perilaku yang menjadi ciri suatu
kelompok social. Factor ini mempengaruh keberhasilan dalam sekolah melalui
sikap, nilai, dan cara pandang terhadap dunia. Sebagai bagian dari budaya,
latar belakang etnik juga mempengaruhi keberhasilan peserta didik melalui sikap
dan nilai-nilai. Implikasinya, guru harus memahami peserta didiknya dengan: (1)
berusaha mempelajari kebudayaan peseta didik yang diajarnya, dan (2) berusaha
menyadarkan peserta didik terhadap nilai-nilai dan keberhasilan orang-orang
dari etnik dan budaya minoritas
4. Identifikasi Potensi Peserta Didik
Untuk mengidentifikasi potensi peserta
didik dapat dikenali dari: 1) ciri-ciri (indikator) keberbakatan peserta didik
dan 2) kecenderungan minat jabatan.
Ada tiga kelompok ciri keberbakatan, yaitu:
(1) kemampuan umum yang tergolong di atas rata-rata (above average ability),
(2) kreativitas (creativity) tergolong tinggi, (3) komitmen terhadap tugas
(task commitment) tergolong tinggi.
Lebih lanjut Yaumil (1991) menjelaskan
bahwa: (1) Kemampuan umum di atas rata-rata merujuk pada kenyataan antara lain
bahwa peserta didik berbakat memiliki perbendaharaan kata-kata yang lebih
banyak dan lebih maju dibandingkan peserta didik biasa; cepat menangkap
hubungan sebab akibat; cepat memahami prinsip dasar dari suatu konsep; seorang
pengamat yang tekun dan waspada; mengingat dengan tepat serta memiliki
informasi aktual; selalu bertanya-tanya; cepat sampai pada kesimpulan yang
tepat mengenai kejadian, fakta, orang atau benda. (2) Ciri-ciri kreativitas
antara lain: menunjukkan rasa ingin tahu yang luar biasa; menciptakan berbagai
ragam dan jumlah gagasan guna memecahkan persoalan; sering mengajukan tanggapan
yang unik dan pintar; tidak terhambat mengemukakan pendapat; berani mengambil
resiko; suka mencoba; peka terhadap keindahan dan segi-segi estetika dari
lingkungannya. (3) komitmen terhadap tugas sering dikaitkan dengan motivasi
instrinsik untuk berprestasi, ciri-cirinya mudah terbenam dan benar-benar
terlibat dalam suatu tugas; sangat tangguh dan ulet menyelesaikan masalah;
bosan menghadapi tugas rutin; mendambakan dan mengejar hasil sempurna; lebih
suka bekerja secara mandiri; sangat terikat pada nilai-nilai baik dan menjauhi
nilai-nilai buruk; bertanggung jawab, berdisiplin; sulit mengubah pendapat yang
telah diyakininya.
Kecenderungan
minat jabatan peserta didik dapat dikenali dari tipe kepribadiannya. Holland
(1985) mengidentifikasikan tipe kepribadian seseorang berikut ciri-cirinya.
Dari identifikasi kepribadian peserta didik menunjukkan bahwa tidak semua
jabatan cocok untuk semua orang. Setiap tipe kepribadian tertentu mempunyai
kecenderungan terhadap minat jabatan tertentu pula. Berikut disajikan
kecenderungan tipe kepribadian dan ciri-cirinya.
- Realistik (realistic), yaitu kecenderungan untuk bersikap apa adanya atau realistik. Ciri-ciri kecenderungan ini adalah : rapi, terus terang, keras kepala, tidak suka berkhayal, tidak suka kerja keras.
- Penyelidik (investigative), yaitu kecenderungan sebagai penyelidik. Ciri-ciri kecenderungan ini meliputi : analitis, hati-hati, kritis, suka yang rumit, rasa ingin tahu besar.
- Seni (artistic), yaitu kecenderungan suka terhadap seni. Ciri-ciri kecenderungan ini adalah: tidak teratur, emosi, idealis, imajinatif, terbuka.
- Sosial (social), yaitu kecenderungan suka terhadap kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial. Ciri-cirinya : melakukan kerjasama, sabar, bersahabat, rendah hati, menolong, dan hangat.
- Suka usaha (enterprising), yaitu kecenderungan menyukai bidang usaha. Ciri-cirinya : ambisius, energik, optimis, percaya diri, dan suka bicara.
6.
Tidak mau berubah
(conventional), yaitu kecenderungan untuk mempertahankan hal-hal yang sudah
ada, enggan terhadap perubahan. Ciri-cirinya : hati-hati, bertahan, kaku,
tertutup, patuh konsisten
5. Proses Identifikasi Pontensi Peserta Didik
Potensi peserta didik dapat dideteksi dari
keberbakatan intelektual pada peserta didik. Ada dua cara pengumpulan informasi
untuk mengidentifikasi anak berbakat, yaitu dengan menggunakan data objektif
dan data subjektif.
Identifikasi melalui penggunaan data
objektif diperoleh melalui antara lain : a) skor tes inteligensi individual, b)
skor tes inteligensi kelompok, c) skor tes akademik, dan d) skor tes
kreativitas.
Sedangkan identifikasi melalui penggunaan
data subjektif diperoleh dari: a) ceklis perilaku, b) nominasi oleh guru, c)
nominasi oleh orang tua, d) nominasi oleh teman sebaya dan e) nominasi oleh
diri sendiri.
Biasanya prestasi akademik yang dilihat
dari anak berbakat intelektual adalah dalam mata pelajaran : Bahasa Indonesia,
bahasa Inggris, Matematika, Pengetahuan Sosial, Sains (Fisika, Biologi, dan
Kimia). Untuk pengumpulan informasi melalui data subjektif, sekolah dapat
mengembangkan sendiri dengan mengacu pada konsepsi dan ciri (indikator)
keberbakatan yang terkait.
6. Kemampuan Awal
Peserta Didik
Kemampuan awal
dapat diambil dari nilai yang sudah didapat sebelum materi baru diperoleh. Kemampuan
awal merupakan prasyarat yang harus dimiliki siswa sebelum memasuki
pembelajaran materi pelajaran berikutnya yang lebih tinggi.
Kemampuan awal
atau prior knowledge (PK) merupakan langkah penting di dalam proses belajar.
Dari berbagai penelitian terungkap bahwa lingkungan
belajar memerlukan suasana stabil, nyaman dan familiar atau menyenangkan.
Lingkungan belajar, dalam konteks PK, harus memberikan suasana yang mendukung
keingintahuan peserta didik, semangat untuk meneliti atau mencari sesuatu yang
baru, bermakna, dan menantang. Menciptakan kesempatan yang menantang para
peserta didik untuk ”memanggil kembali” PK merupakan upaya yang esensial.
Dengan cara-cara
tersebut maka pengajar/instruktur/fasilitator mendorong peserta didik untuk
mengubah pola pikir, dari mengingat informasi yang pernah dimilikinya menjadi
proses belajar yang penuh makna dan memulai perjalanan untuk menghubungkan
berbagai jenis kejadian/peristiwa dan bukan lagi mengingat-ingat pengalaman
yang ada secara terpisah-pisah. Dalam seluruh proses tadi, PK merupakan elemen
esensial untuk menciptakan proses belajar menjadi sesuatu yang bermakna.
Dalam proses
belajar, PK merupakan kerangka di mana peserta didik menyaring informasi baru
dan mencari makna tentang apa yang sedang dipelajari olehnya. Proses
membentuk makna melalui membaca didasarkan atas PK di
mana peserta didik akan mencapai tujuan belajarnya.
7. Kesulitan Belajar Siswa
Cooney,
Davis & Henderson (1975) mengidentifikasikan beberapa faktor penyebab
kesulitan tersebut, di antaranya:
1) Faktor
Fisiologis
Faktor ini meliputi kurang berfungsinya
otak, susunan syaraf ataupun bagian-bagian tubuh lain. Para guru harus
menyadari bahwa hal yang paling berperan pada waktu belajar adalah kesiapan
otak dan sistem syaraf dalam menerima, memroses, menyimpan, ataupun memunculkan
kembali informasi yang sudah disimpan.
Di samping itu, siswa yang
sakit-sakitan, tidak makan pagi, kurang baik pendengaran, penglihatan ataupun
pengucapannya sedikit banyak akan menghadapi kesulitan belajar. Untuk
menghindari hal tersebut dan untuk membantu siswanya, seorang guru hendaknya
memperhatikan hal-hal yang berkait dengan kesulitan siswa ini.
2) Faktor
Sosial
Merupakan suatu kenyataan yang tidak
dapat dibantah jika orang tua dan masyarakat sekeliling sedikit banyak akan
berpengaruh terhadap kegiatan belajar dan kecerdasan siswa sebagaimana ada yang
menyatakan bahwa sekolah adalah cerminan masyarakat dan anak adalah gambaran orang
tuanya. Oleh karena itu ada beberapa faktor penyebab kesulitan belajar yang
berkait dengan sikap dan keadaan keluarga serta masyarakat sekeliling yang
kurang mendukung siswa tersebut untuk belajar sepenuh hati.
Intinya, lingkungan di sekitar siswa harus
dapat membantu mereka untuk belajar semaksimal mungkin selama mereka belajar di
sekolah. Dengan cara seperti ini, lingkungan dan sekolah akan membantu para
siswa, harapan bangsa ini untuk berkembang dan bertumbuh menjadi lebih cerdas.
Siswa dengan kemampuan cukup seharusnya dapat dikembangkan menjadi siswa
berkemampuan baik, yang berkemampuan kurang dapat dikembangkan menjadi
berkemampuan cukup. Sekali lagi, orang tua, guru, dan masyarakat, secara
sengaja atau tidak sengaja, dapat menyebabkan kesulitan bagi siswa. Karenanya,
peran orang tua dan guru dalam membentengi para siswa dari pengaruh negatif
masyarakat sekitar, di samping perannya dalam memotivasi para siswa untuk tetap
belajar menjadi sangat menentukan.
3) Faktor
Kejiwaan
Faktor-faktor yang menjadi penyebab
kesulitan belajar siswa ini berkait dengan kurang mendukungnya perasaan hati
(emosi) siswa unutuk belajar secara sungguh-sungguh. Karenanya, tugas utama
yang sangat menentukan bagi seorang guru adalah bagaimana membantu siswanya
sehingga mereka dapat mempelajari setiap materi dengan baik.
Yang perlu mendapatkan perhatian juga,
hukuman yang diberikan seorang guru dapat menyebabkan siswanya lebih giat
belajar, namun dapat juga menyebabkan mereka tidak menyukai guru mata pelajaran
tersebut. Oleh karena itu, guru hendaknya jangan hanya melihat hasilnya saja,
namun hendaknya menghargai usaha keras siswa. Dengan cara seperti ini,
diharapkan si siswa akan lebih berusaha lagi.
Intinya, tindakan seorang guru dapat
mempengaruhi perasaan dan emosi siswanya. Tindakan tersebut dapat menjadikan
seorang siswa menjadi lebih baik, namun dapat juga menjadikan seorang siswa
menjadi tidak mau lagi untuk belajar suatu mata pelajaran.
4) Faktor
Intelektual
Faktor-faktor yang menjadi penyebab
kesulitan belajar siswa ini berkait dengan kurang sempurna atau kurang
normalnya tingkat kecerdasan siswa. Para guru harus meyakini bahwa setiap siswa
mempunyai tingkat kecerdasan berbeda. Ada siswa yang sangat sulit menghafal
sesuatu, ada yang sangat lamban menguasai materi tertentu, ada yang tidak
memiliki pengetahuan prasyarat dan juga ada yang sangat sulit membayangkan
dan bernalar. Hal-hal yang disebutkan
tadi dapat menjadi faktor penyebab kesulitan belajar pada diri siswa tersebut.
Di samping itu, hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah para siswa yang
tidak memiliki pengetahuan prasyarat.
5) Faktor
Kependidikan
Faktor-faktor yang menjadi penyebab
kesulitan belajar siswa ini berkait dengan belum mantapnya lembaga pendidikan
secara umum. Guru yang selalu meremehkan siswa, guru yang tidak bisa memotivasi
siswa untuk belajar lebih giat, guru yang membiarkan siswanya melakukan hal-hal
yang salah, guru yang tidak pernah memeriksa pekerjaan siswa, sekolah yang
membiarkan para siswa bolos tanpa ada sanksi tertentu, adalah contoh dari
faktor-faktor penyebab kesulitan dan pada akhirnya akan menyebabkan ketidak
berhasilan siswa tersebut.
Idealnya, setiap guru harus berusaha
dengan sekuat tenaga untuk membantu siswanya keluar dari setiap kesulitan yang
menghimpitnya. Namun hal yang perlu diingat, penyebab kesulitan itu dapat
berbeda-beda. Ada yang karena faktor emosi seperti ditinggal saudara kandung
tersayang ataupun karena faktor fisiologis seperti pendengaran yang kurang.
Untuk itu, para guru harus mampu mengidentifikasi kesulitan dan penyebabnya
lebih dahulu sebelum berusaha untuk mencarikan jalan pemecahannya. Pemecahan
masalah kesulitan belajar siswa sangat tergantung pada keberhasilan menentukan
penyebab kesulitan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar